Friday 11 July 2014

Fanfiction : Handcuff Love

Lanjutan post sebelumnya...

Cast:
# Alex Marquez Alenta
# Gisella Rostein Zalenka

Genre : tauk ah, rada galau maybe?

***************####***************

Sejak sehari lalu Alex telah kembali dari Assen Belanda. Kemarin Giselle tidak bisa menjemput Alex di bandara karena kesibukannya sebagai model. Alex kembali dengan membawa kemenangan, Giselle sudah berjanji pada dirinya sendiri akan memberi Alex kejutan sebagai ucapan selamat.

Giselle berniat menemui Alex hari ini. Ia pun mencoba menghubungi pemuda itu, menanyakan dimana keberadaannya dan berjanji untuk bertemu. Namun telponnya tidak diangkat. Mungkin Alex sedang tidur pikirnya, mengingat kebiasaan tidur pacarnya itu. Giselle memutuskan untuk langsung menemui Alex ke rumahnya langsung. Itulah kebiasaan Giselle, ia suka bertamu tanpa bilang kepimilik rumah dulu.

Butuh waktu sekitar setengah jam menuju kota Cervera dengan menggunakan taxi. Giselle telah sampai di kediaman Marquez. Ditekannya bel. Tidak ada sahutan. Apa tidak ada orang di rumah? Kembali ditekannya bel itu. Hasilnya sama. Sepertinya memang tidak ada orang. Giselle mengutuki dirinya, kenapa ia tidak menunggu kabar dari Alex saja dimana keradaan pemuda itu, kenapa ia malah langsung pergi ke kediaman Alex. Hasilnya ia malah mengunjungi rumah yang sedang kosong.

Saat hendak berpaling, Giselle baru menyadari kalau pintu rumah itu tidak tertutup rapat. Diraihnya kenop pintu dan pintu dapat dibuka dengan mudah. Kalau tidak ada orang di rumah, kenapa pintu tidak dikunci begini. Giselle menjadi penasaran, ingin dimasukinya rumah itu tapi terlalu lancang rasanya jika ia memasuki rumah orang tanpa izin. Namun hatinya mengatakan untuk masuk ke dalam rumah itu dan Giselle menurutinya.

Giselle memasuki rumah itu, ditengoknya kanan kiri. Memang tidak ada siapa-siapa. Lalu kakinya melangkah menuju kamar Alex di lantai 2. Ingin memastikan apakah pemuda itu benar-benar tidak ada di rumah. Dibukanya pintu kamar Alex. Begitu pintu dibuka, Astaga begitu terkejutnya Giselle. Alex memang ada di kamarnya namun ia tidak sendiri, ada seorang gadis juga di dalamnya. Yang membuat Giselle lebih terkejut adalah melihat posisi mereka yang terbilang erotis. Alex sedang berbaring di tempat tidurnya dan gadis itu menaiki tubuh dan duduk di perut Alex. Gadis sialan itu sedang menggoda Alex.

Giselle sangat geram dan jijik melihat pemandangan di hadapannya.

Alex terkejut begitu pintu terbuka, "Gi-Giselle?!" kata Alex gelagapan.

"Apa dia pacarmu?" tanya gadis tak dikenal itu kepada Alex.

"Mantan," jawab Giselle cepat dan pergi dari tempat itu secepatnya.

"Giselle tunggu!!" teriak Alex berusaha bangun untuk mengejar Giselle, namun gadis yang besama Alex itu menghentikannya.

"Biarkan saja dia," kata gadis itu dan mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Alex.

"Menjauh dariku!!!" tanpa ragu Alex mendorong tubuh gadis nakal itu. Lalu bangkit dan mengejar Giselle.

"Ada apa Sam? kok ribut-ribut?" kata Romano yang baru keluar dari toilet.

"Itu datang pengganggu," kata Samantha sebal. Itulah nama gadis yang tadi menggoda Alex. Ia datang kemari bersama Romano Fennati. Sudah lama Samantha tertarik pada Alex. Saat Romano pergi ke toilet tadi, Samantha berusaha menggoda Alex seperti barusan tadi.

"Giselle tunggu! Dengar penjelasanku dulu," kata Alex mengikuti langkah Giselle yang terburu-buru dan mencoba meraih tangan gadis itu, namun terus ditepis oleh Giselle.

"Giselle!!" Tak satupun panggilan dari Alex yang dihiraukannya.

Hati Giselle benar-benar panas saat ini. Hatinya sangat sakit. Sekuat tenaga ia menahan airmata agar tak keluar saat itu juga. Lalu Giselle menyetop sebuah taxi. Saat hendak dibukanya pintu taxi itu, dengan cepat Alex menutup kembali pintu itu kemudian dibalikannya tubuh Giselle agar menghadap padanya.

"Dengarkan dulu!! Ini tidak seperti kelihatannya Giselle, Gadis itu temannya Romano. Tadi itu cuma kesalahpahaman, kami tidak ada hubungan apa-apa," terang Alex berusaha menjelaskan.

"Tidak ada hubungan apa-apa tapi kau bermesraan berdua di dalam kamar!! Itu yang kau sebut tidak ada hubungan apa-apa hah?!"

"Kami tidak berdua saja, ada Romano juga di dalam. Percayalah padaku. Aku tidak menginginkannya, dia yang menggodaku jadi..."

Giselle langsung memotong ucapan Alex, "Halah!! Bilang saja sama-sama mau. Dasar brengsek!! Hidung belang!!"

Sang supir taxi memperhatikan pertengkaran 2 anak muda itu dari kaca spion. Ia bingung taxi-nya jadi dinaiki atau tidak.

Giselle membuka pintu taxi itu lagi, ia ingin cepat-cepat pergi dari sini, ia muak melihat wajah Alex. Alex berusaha menghentikan Giselle, tapi tidak berhasil karena Giselle dengan cepat menaiki taxi itu dan taxi pun berangkat.

"Giselle!!!" dari kejauhan Giselle masih mendengar suara Alex meneriakkan namanya.

Sudah tidak sanggup lagi Giselle menahan airmatanya. Airmatanya keluar membasahi pipinya, lalu ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia tidak ingin menangis. Ia tidak mau menangisi lelaki bodoh itu, tapi airmata itu keluar begitu saja.

Giselle tidak menyangka niatnya untuk menemui Alex justru membuatnya mendapati pemuda itu sedang bermesraan dengan gadis lain. Apa ia kurang cantik? Apa ia kurang perhatian? Sehingga Alex memilih mencari gadis lain. Tapi yang namanya Lelaki memang tidak pernah puas. Begitulah pikiran Giselle, ia terus mencaci Alex.

Kemudian taxi pun berhenti. Taxi itu telah sampai di sebuah apartemen kediaman Giselle. Lalu Giselle memasuki kamarnya dan memilih untuk menenangkan diri. Ia duduk di atas tempat tidurnya, kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kalung, bukan kalung perhiasan sebenarnya itu adalah kalung jimat.

"Kau tidak membawa keberuntungan!" kata Giselle pada jimat itu lalu melemparnya asal.

Benda itulah yang akan diberikan Giselle pada Alex sebagai hadiah. Itu adalah kalung jimat buatan Giselle sendiri. Dia bukan penganut ilmu hitam atau apalah, tapi kenapa ia membuat jimat? Memang agak bodoh, jimat itu ia isi dengan pecahan borgol yang pernah menjerat dirinya dan Alex dulu di masa SMA.

Waktu SMA dulu, Giselle dan Alex tidak seperti sekarang, mereka sering bertengkar dan selalu terlibat 'perang'. Sampai seorang guru menjerat tangan mereka di satu borgol bebagai hukuman, dan borgol itu hanya bisa dilepas bila mereka mau rukun. Borgol itu membuat mereka terus terikat seharian. Karna tangan mereka terikat satu sama lain, kemana pun Alex berjalan otomatis Giselle mengikutinya begitupun sebaliknya kemanapun Giselle berjalan terpaksa Alex menurut, bahkan ke toilet pun ikut. Eh?

Lama-kelamaan akhirnya mereka bisa didamaikan. Sesuai perjanjian borgol itu akan dilepas bila mereka sudah rukun, tapi sialnya guru yang menghukum mereka itu kehilangan kunci borgolnya. Jadi satu-satunya cara hanya dengan memecahkan borgol itu. Dan diam-diam Giselle menyimpan pecahan borgol itu, dimasukannya ke dalam kantong kecil lalu dililit dengan seulas benang hitam dan jadilah jimat itu. Ia sendiri tidak tau jimat itu ampuh atau tidak, ia menyimpan pecahan borgol itu karna nilai kenangan di dalamnya. Jimat itu selalu mengingatkannya pada peristiwa bodoh yang membuatnya harus seharian bersama Alex. Meski sekarang borgol itu sudah lepas, tapi rasanya mereka terus terikat satu sama lain.

To be continued...


###%###%####%###

Note:
 yang Alex di kamar sama cewek itu aku comot adegan di film robot transpormer, yang pernah nonton pasti tau :3 dan yang borgol-borgol itu aku terinspirasi dari komik detektif conan *halah gak kreatif banget comot adegan kesana kemari* -_- sorry kehabisan ide... *alesan!*

No comments:

Post a Comment